Rabu, 25 April 2012

LAPORAAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS


LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN X
KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS

NAMA                                       : HERIADI
NIM                                            : H41111294
KELOMPOK                            : VI B (ENAM)
HARI/TGL. PERCOBAAN      : SABTU/ 21 APRIL  2012
ASISTEN                                   : ADAM ARIFIN
                                                                              ANWAR

















LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2012).
            Para ahli ekologi telah banyak mengembangkan perhitungan atau metode kuantitatif untuk mengukur keragaman jenis komunitas antara lain yang bayak sekarang dipakai adalah Indeks Simpson dan Indeks Shannon wiener (Umar, 2012).
Setiap tingkatan biologi  sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies mewakili aneka ragam adaptasi  evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu. Keanekaragaman spesies menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya. Contohnya,  hutan hujan tropik dengan aneka variasi spesies yang menghasilkan tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan untuk makanan, tempat bernaung dan obat-obatan. Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Umar, 2012).
Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung dan menganalisis data dari keanekaragaman jenis suatu komunitas pada daerah/wilayah tertentu, maka dilkukanlah percobaan ini.

I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :
1.         Untuk mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks Shannon wiener.
2.         Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus sederhana dalam menghitung keanekaragaman  jenis dalam suatu komunitas.

I.3 Waktu dan Tempat
            Percobaan Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas ini dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 21 April 2012 pukul 09.00-14.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengamatan dilakukan di Canopy Biologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Suatu organisme tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisasi sejenis atau dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu unit oleh saling ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah suatu unit fungsional dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini sangat variabel, karena jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut aktu dan ruang. Komunitas biotik terdiri atas kelompok kecil, yang anggota-anggotanya lebih akrab lagi satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit ynag kohesif. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem (Rososoedarmo, 1990).
            Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2012).
            Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang tekah menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, kounitas pun mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas bisa antar populasi (Odum, 1993).
            Konsep komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut (Odum, 1993).
            Suatu nan komunitas dapat mengkarakteristikakkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir, dan unit lautan merupakan contoh biotop. Di sisni biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya (Heddy, 1986).
            Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sementara ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Tetapi ada juga ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumne ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990).
Dalam suatu ekosistem, dapat senantiasa terjadi fluktuasi atau grafik naik turunnya secara teratur. Hal ini dapat terjadi karena adanya saling kontrol terhadap populasi konsumen biotik dalam suatu ekositem tersebut. Proses itu akan terus berjalan secara berkesinambungan dan tanpa menimbulkan goncangan ekosistem. Hal ini akan terjadi selama lingkungan tersebut berada dalam keadaan seimbang (Wolf, 1992).
Pada habitat alami seperti hutan, kerusakan karena faktor serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem (Janzen 1987). Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim yang stabil dan secara geografi adalah negara kepulauan yang terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu keanekaragaman hayati yang dapat dibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biota utama yang diketahui di Indonesia (Odum, 1993).
Dalam suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, beberapa diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota lain dari komunitas itu. Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa bentuk yang berasal dari hubungan pisitif (berguna) sampai interaksi negative (berbahaya). Bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara anggota spesies yang sama (intraspesifik). Perbandingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan antara dua spesies, ini dapat merupakan bentuk eksploitasi makanan yang tersedia dalam waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan (Wolf, 1992).
Keanekaragaman hayati tumbuh dan berkembang dari keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan keanekaragaman ekosistem. Karena ketiga  keanekaragaman ini saling kait-mengkait dan tidak terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas) yaitu keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku, penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta  interaksinya dengan makhluk lain. Pada tumbuhan yang dapat diamati misalnya tempat tumbuhnya, batangnya, daunnya, bunganya, serangga yang mengunjunginya serta burung yang bersarang di dalamnya. Setiap populasi mempunyai sifat genetik tertentu. Individu-individu sejenis ini mempunyai kerangka dasar komponen genetis yang sama (kromosomnya sama tetapi memiliki komponen faktor keturunan yang berbeda) (Bayu 2012).
Keanekaragaman gen menentukan keanekaragaman jenis individu, meski jenisnya sama tetapi memiliki gen yang tidak sama bila dibandingkan dengan individu lain dalam kelompok tersebut. Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membantuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memnuhi kebutuhan hidupnya (Wolf, 1992).















DAFTAR PUSTAKA

Bayu, 2012, Keanekaragaman Jenis, www.wikipedia.com, diakses pada tanggal 22 April 2012, pukul 20.00 WITA.

Heddy, Suwasono, 1986, Pengantar Ekologi, CV Rajawali, Jakarta.

Odum, Eugene, 1993, Dasar-dasar Ekolog, Gadjah Mada University press, Yogyakarta.

Resosoedarmo, Soedjiran, 1990, Pengantar Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, Jakarta.

Umar, M. Ruslan, 2012, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Laboratorium Ilmu Lingkungan dan Kelautan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Wolf, L. , 1992,  Ekologi Umum,  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.














BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1     Alat
            Alat yang digunakan adalah plot dengan ukuran 30 cm x 30 cm, patok  dan alat tulis menulis dan meteran.

III.2     Bahan
Bahan yang digunakan adalah tali raffia, tumbuhan dan hewan disekitar areal pengamatan sebagai objek penelitian.

III.3     Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan ini adalah :
a.         Metode plot acak
1.         Dipilih satu areal komunitas yang akan diamati.
2.         Dilemparkan plot berukuran 30 cm x 30 cm ke area tersebut tanpa melihat daerah yang akan didarati plot.
3.         Dilihat semua hewan dan tumbuhan yang ada didalam plot.
4.         Dilakukan pengamatan sebanyak 10 kali pada pelemparan plot di tempat berbeda, kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.
b.         Metode plot sistematis
1.                  Dipilih satu areal komunitas yang akan diamati.
2.                  Diletakkan plot berukuran 30 cm x 30 cm didasar area tersebut dengan cara yang berurutan.
3.                  Dilihat semua hewan dan tumbuhan yang ada didalam plot.
4.                  Dilakukan pengamatan sebanyak 10 kali dengan plot di letakkan berdampingan dengan plot yang sebelumnya, kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.
c.                   Metode Line Transek
1.         Ditentukan suatu areal yang akan diamati.
2.         Dibentangkan tali raffia sepanjang 10 meter sebanyak 2 potong dengan menggunakan patok.
3.         Dihitung dan diamati tumbuhan dan hewan yang berada di didalam tali.
4.         Dimasukkan data ke dalam tabel dan selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.
d.                  Metode Belt Transek
1.         Ditentukan areal yang akan diamati.
2.         Bentangkan sepasang tali dengan panjang 10 meter dengan jarak antara tali satu dengan tali lain  sepanjang 50 cm menggunakan patok.
3.         Dibentangkan tali sepanjang 50 cm diantara dua tali transek sebanyak 10 tali dengan jarak 50 cm sehingga dibentuk 10 petak di dalam tali transek.
4.         Diamati dan dihitung tumbuhan yang ada pada kolom genap dan ganjil.
5.         Dimasukkan data ke dalam tabel dan selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.








LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM INDEKS KEANEKARAGAMAN SERANGGA DIPADANG RUMPUT


LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN IX
INDEKS KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI PADANG RUMPUT

NAMA                                       : HERIADI
NIM                                            : H41111294
KELOMPOK                            : VI B (ENAM)
HARI/TGL. PERCOBAAN      : SABTU 7 APRIL  2012
ASISTEN                                   : ADAM ARIFIN
                                                                              ANWAR

















LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menentukan indeks keanekaragaman suatu komunitas, sangatlah diperlukan pengatahuan atau keterampilan dalam mengindentifikasi hewan. Bagi seseorang yang sudah terbiasa pun dalam melakukan indentifikasi hewan sering membutuhkan waktu yang lama, apalagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya, familia, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan cukup keterampilan dan pengalaman. Mengingat keanekaragaman spesies dan jumlah hewan yang berada di daerah tropis jauh lebih banyak di bandingkan dengan daerah temperatur dan daerah beriklim dingin. Untuk beberapa tujuan yang praktis, ada suatu cara penentuan untuk mendukung indeks keanekaragaman suatu habitat/komunitas tanpa harus mengetahui nama masing-masing jenis hewan sama atau tidak/berbeda pada pola pengurutan pengambilan sampel yang dilakukan secara aacak pada saat pengamatan di laboratorium atau di lapangan secara langsung, metode itu dikemukakan oleh Kennedy pada tahun 1997 (Umar, 2012).
Komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang kurang menyenangkan dimana kondisi fisik terus-menerus menderita, kadang kala atau secara berkala, cenderung terdiri atas sejumlah spesies yang jumlahnya kecil tetapi berlimpah (Setiadi, 1990).
            Untuk beberapa tujuan yang paktis, ada suatu cara penentuan untuk menduga indeks keanekaragaman suatu habitat/komunitas, tanpa harus mengetahui nama masing-masing jenis hewan dan kelompok hewan. Kemampuan yang diperlukan hanya menyatakan, apakan kedua jenis hewan sama atau tidak/berbeda pada pola urutan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak pada saat pengamatan di laboratorium atau di lapangan secara langsung, metode itu dikemukakan oleh Kennedy (Setiadi, 1990).
     
I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.         Mengetahui indeks keanekaragaman serangga yang terdapat di padang rumput dengan menggunakan indeks Kennedy.
2.         Melatih keterampilan mahasiswa dalam meneapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana serta cepat dalam memprediksi keadaan suatu komunitas.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan Indeks Keanekaragaman Serangga di Padang Rumput ini dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 7 April 2012 pukul 10.00-14.30 WITA bertempat di Laboratrorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan sampel dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 April 2012 pukul 06.00 WITA bertempat di padang rumput sekitar lapangan sepak bola Universitas Hasanuddin, Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Konsep komunitas adalah suatu prinsip ekologi yang penting yang menekan keteraturan yang ada dalam keragaman organisme hidup dalam habitat apapun. Suatu komunitas bukan hanya merupakan pengelompokan secara serampangan hewan dan tumbuhan yang hidup secara mandiri satu sama lain namun mengandung komposisi kekhasan taksonomi, dengan pola hubungan tropik dan metabolik yang tertentu. Konsep komunitas sangatlah penting dalam penerapan praktis prinsip-prinsip ekologi karena cara terbaik untuk mendorong atau membasmi pertumbuhan suatu organisme adalah memodifikasi komunitas dan bukannnya menanganinya secara langsung. Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari oganisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya namun oleh jumlh, ukuran, poduksi dan hubungan lainnya (Michael, 1990).
            Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasakan pada pembedaan zona atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungan. Angka perbandingan antara jumlah spesies dan jumlah total individu dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam dengan komunitas berbeda. Keragaman sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam oleh turut campurnya manusia (Michael, 1990).
Hewan dan tumbuhan cenderung menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih baik jika faktor-faktor beragam bila dibandingkan dengan jika faktor-faktor tetap. Faktor-faktor yang dipertimbangkan di sini adalah faktor-faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabil yang mempengaruhi ekosistem. Organisme lain dan beberapa faktor stabil yang lain adalah kemiringan tanah, arah hadapan, ketinggian, lintang, letak, dan pH. Ini mempengaruhi tanaman dan tumbuhan secara tidak langsung melalui pengaruh tersebut terhadap faktor tanah dan udara (Odum, 1993).
          Dalam ekologi dipelajari hubungan atau interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Pada suatu macam habitat dapat hidup berbagai macam oganisme yang saling mempengaruhi sehingga terjadi interaksi antara populasi dari suatu spesies dengan populasi dari lain spesies yang disebut interaksi interspesifik. Beberapa fenomena ekologis yang paling spektakuler adalah interaksi spesifik dan interaksi obligat antara populasi yang berbeda secara taksonomi. Komunitas ekologi tesusun oleh beberapa populasi yang berinteraksi pada tingkat yang bervariasi. Interaksi potensial bervariasi mulai dari interaksi yang bersifat netral, dimana dua populasi hidup bersama-sama dengan lingkungannya. Disamping itu, interaksi-interaksi antara populasi pada satu atau kedua populasi dan interaksinya dapat negatif, yaitu sifat yang merugikan populasi (Setiadi, 1990).
            Suatu populasi memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu-individu yang membangun populasi tesebut. Kekhasan dasar suatu populasi yang menarik bagi seorang ekolog adalah ukuran dan rapatannya. Jumlah individu dalam populasi mencirikan ukurannya dan jumlah individu populasi dalam suatu daerah atau satuan volume adalah rapatannya. Kelahiran (Natalitas), kematian (mortalitas), yang masuk (imigrasi), dan yang keluar (emigrasi) dari anggota mempengaruhi ukuran dan rapatan populasi. Kekhasan lain dari populasi yang penting dari segi ekologi adalah keragaman morfologi dalam suatu populasi alam sebaan umur, komposisi genetik dan penyebaran individu dalam populasi (Odum, 1993).
Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Bayu, 2012).
Kemampuan manusia semakin pesat, akibatnya keseimbangan lingkungan mulai goyah. Hal ini semakin diperparah oleh berbagai sikap manusia yang cenderung merusak lingkungan seperti membakar hutan, memberantas hama, dan lain-lain. Pembabatan dan pembakaran hutan menyebabkan dampak yang tidak sedikit. Hewan buas di hutan yang lingkungannya rusak bermigrasi ke desa-desa, memangsa hewan-hewan ternak, dan bahkan manusia. Karena lingkungannya tidak memberikan kenyamanan lagi bagi hewan-hewan ini sehingga berimigrasi ke perkampungan di sekitar hutan dan merusak tanaman budidaya manusia Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem (Wolf, 1992).
Untuk beberapa tujuan yang praktis, ada suatu cara penentuan untuk menduga indeks keanekaragaman suatu habitat/komunitas, tanpa harus mengetahui nama masing-masing jenis hewan dan kelompok hewan. Kemampuan yang diperlukan hanya menyatakan, apakah kedua jenis hewan sama atau tidak/berbeda pada pola urutan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak pada saat pengamatan di laboratorium atau di lapangan secara langsung, Metode itu dikemukakan oleh Kennedy (1977) (Umar, 2012).
Dalam suatu ekosistem, dapat senantiasa terjadi fluktuasi atau grafik naik turunnya secara teratur. Hal ini dapat terjadi karena adanya saling kontrol terhadap populasi konsumen biotik dalam suatu ekositem tersebut. Proses itu akan terus berjalan secara berkesinambungan dan tanpa menimbulkan goncangan ekosistem. Hal ini akan terjadi selama lingkungan tersebut berada dalam keadaan seimbang (Wolf, 1992).
Pada habitat alami seperti hutan, kerusakan karena faktor serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem (Janzen 1987). Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim yang stabil dan secara geografi adalah negara kepulauan yang terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu keanekaragaman hayati yang dapat dibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biota utama yang diketahui di Indonesia (Odum, 1993).
Dalam suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, beberapa diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota lain dari komunitas itu. Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa bentuk yang berasal dari hubungan pisitif (berguna) sampai interaksi negative (berbahaya). Bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara anggota spesies yang sama (intraspesifik). Perbandingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan antara dua spesies, ini dapat merupakan bentuk eksploitasi makanan yang tersedia dalam waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan (Wolf, 1992).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah, ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik, atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada pembedaan zone atau gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam komunitas karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak dalam sifat fisika lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies an jumlah total individu dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam komunitas berbeda (Wolf, 1992).
Hewan dan tumbuhan cenderung menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih baik jika faktor-faktor beragam bila dibandingkan dengan jika faktor-faktor tetap. Faktor-faktor yang dipertimbangkan di sini adalah faktor-faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabil yang mempengaruhi ekosistem. Organisme lain dan beberapa faktor stabil yang lain adalah kemiringan tanah, arah hadapan, ketinggian, lintang, letak, dan pH. Ini mempengaruhi tanaman dan tumbuhan secara tidak langsung melalui pengaruh tersebut terhadap faktor tanah dan udara (Odum, 1993).
Penyebab atau ancaman pada keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kegiatan manusia sebagai berikut (Bayu, 2012):
a. Perusakan dan Fragmentasi Habitat
Ancaman utama pada keanekaragaman hayati adalah rusak dan hilangnya habitat, dan cara yang paling baik adalah melindungi keanekaragaman hayati dan habitatnya.
b. Introduksi Spesies Eksotik (pendatang) dan Penyebaran Penyakit
            Spesies pendatang banyak yang bertggung jawab atas jumlah kepunahan spesies, khususnya yang berada di pulau-pulau. Dalam suatu ekosistem yang terisolasi, pemangsa, pesaing, atau patogen baru akan dengan cepat membahayakan spesies asi yang tidak dapat berdampingan dengan spesies baru.
c. Eksploitasi Spesies Tumbuhan dan Hewan secara Berlebihan
            Banyak sumber daya hutan, perikanan, dan satwa liar telah dieksploitasi secara berlebihan, kdang-kadang sampai ke titik yang hampir punah.
d. Pencemaran Tanah, Air, dan Udara
            Pencemaran dalam ekosistem dapat mengurangi atau melenyapkan spesies yang peka. Efek terhadap polusi air, tanah, udara dan bahkan iklim global sangat mengkhawatirkan tidak saja sebagai ancaman terhadap keanekaragaman hayati tetapi juga terhadap manusia.
e. Perubahan Iklim Global dan Regional.
 Perubahan iklim global ini mempunyai kemampuan secara radikal untuk mengubah komunitas biologi dengan cara menyaring spesies-spesies yang dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan yang baru.
Suatu organisme tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisme sejenis dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu unit yang saling ketergantungan anggota-anggotanya (Lakitan, 1994).

















BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1     Alat
            Alat yang digunakan adalah botol pembunuh, pinset, sweeping net (perangkap serangga).

III.2     Bahan
Bahan yang digunakan adalah Eter, kertas, dan serangga.

III.3     Cara Kerja
            Cara kerja pada percobaan ini adalah:
A. Pengambilan Sampel :
1.         Dipilih lokasi di padang rumput yang ada di sekitar kampus, kemudian penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan sweeping net.
2.         Diayunkan sweeping net dua kali kekiri dan kekanan di permukaan padang rumput, setiap melangkah satu kali ayunan dan dilakukan sebanyak 20 kali ayunan (20 langkah).
3.         Digulung jarring sweeping net agar serangga tidak lepas, kemudian dimasukkan ke dalam botol pembunuh yang berisi eter secukupnya. dibiarkan sebentar sampai serangga mati.
4.       Dilakukan penjaringan serangga dengan sweeping net sebanyak 2 kali pada lokasi padang rumput yang berbeda.

B.        Di Laboratorium :
1.         Dilakukan pengamatan dengan cara serangga diambil secara acak satu persatu dan diamati. Serangga nomor 1 diberi tanda +, lalu diambil serangga nomor 2 dan diletakkan berdampingan dengan serangga nomor 1 kemudian diamati. Jika serangga nomor 2 berbeda dengan nomor 1 maka diberi tanda +, tetapi bila sama diberi tanda 0.
2.         Diambil sampel nomor 3 dan dibandingkan dengan sampel nomor 2, demikian seterusnya sampai semua sampel teramati.
3.         Dilakukan perhitungan Kennedy dengan menggunakan rumus :
ID Kennedy = Jumlah Tanda + / Jumlah Organisme yang Diamati
4.         Dilakukan pengamatan sebanyak 2 kali, kemudian diambil rata-ratanya.






















DAFTAR PUSTAKA

Bayu, 2012, Sejarah dan Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem, www. bayux3.blogdetik.com, diakses pada tanggal 7 April 2012 pukul 20.00 WITA.

Lakitan, B. , 1994,  Ekologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Michael, P. E. , 1990, Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium,  Universitas Indonesia, Jakarta.

Odum, Eugene, 1993, Dasar-Dasar Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Setiadi, Agus, 1990, Pengantar Ekologi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Umar, M. Ruslan, 2012, Penuntun praktikum ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Wolf, L. , 1992, Ekologi Umum,  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.



















BAB V
PENUTUP



V.1  Kesimpulan
Berdasarkan percobaan tentang Indeks Keanekaragaman Serangga di Padang Rumput yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.         Indeks keanekaragaman menurut Kennedy (ID.K) pada tempat pengambilan sampel yaitu di padang rumput, sekitar lapangan sepak bola  UNHAS adalah 0,30 dan 0,35. Tingkat keanekaragaman di lokasi pengambilan sampel menurut ID.Kennedy  tergolong rendah  karena dibawah 0,5 .
2.         Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman adalah faktor-faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabil, yaitu ketinggian, lintang, letak, dan pH.

V.2   Saran
Sebaiknya tempat pengambilan sampel tidak pada satu lokasi yang mempunyai faktor fisik yang sama, ada baiknya jika setiap kelompok mengambil sampel pada lingkungan yang berbeda-beda, seperti dekat pabrik, sawah, gunung, pantai, dan lain-lain.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
       a.  Tabel Pengamatan Lokasi I

URUTAN SPESIMEN
JUMLAH TANDA +
+ 0 + + + + + + 0 0 0 + + + 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0  0
10
∑ = 33
∑ = 10

b.  Tabel Pengamatan Lokasi II

URUTAN SPESIMEN
JUMLAH TANDA +
0 0 0 + +  0 0 0 + + 0 + 0 0
5
∑ = 14
∑ = 5


IV.2 Analisa Data

            Dari hasil tabel di atas, maka dapat dihitung Indeks Keanekaragaman  Kennedy sebagai berikut :
a.       Pada Lokasi I
ID Kennedy =   =    = 0,30

b.      Pada Lokasi II
ID.Kennedy =   =   = 0,35
-    Nilai Indeks Keanekaragaman Kennedy :
Parameter Keanekaragaman
˂  0,5  =  rendah
0,5 – 0,7  =  sedang
0,7  -  1  =  tinggi


IV.3 Pembahasan
            Pada percobaan ini tentang indeks keanekaragaman serangga di padang rumput yang diaplikasikan langsung di sekitar lapangan sepak bola Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan menggunakan alat yaitu Sweeping Net (perangkap serangga) yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap serangga di padang rumput, botol sampel yang berfungsi sebagai wadah untuk menampung serangga yang telah ditangkap.
Dari percobaan yang telah dilakukan dan setelah melalui proses pengamatan dan perhitungan, maka diperoleh hasil Indeks Keanekaragaman Kennedy untuk perhitungan yaitu pada lokasi pertama adalah 0,30 dan pada lokasi kedua adalah 0,35. Dengan melihat nilai Indeks Kennedy pada lokasi pertama dan lokasi kedua dari hasil perhitungan di mana nilai yang diperoleh 0,3, ini menandakan tingkat keanekaragaman serangga di padang rumput sekitar lapangan sepak bola Unhas tergolong rendah.
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dapat simpulkan bahwa lingkungan tempat pengambilan sampel tersebut sudah tidak stabil, artinya lingkungan tempat pengambilan sampel sudah terpengaruhi oleh hal-hal yang bisa membuat populasi serangga di tempat itu berkurang, dan mungkin salah satu penyebab berkurannya seranngga yang terdapat pada lokasi tersebut yaitu adanya pembabakan atau penggundulan di padang rumput dimana kami mengambil sampel. Lingkungan tempat pengambilan sampel mungkng sudah tidak cocok untuk serangga-serangga tersebut, sehingga jumlah spesies  serangga yang ada cenderung dalam jumlah yang rendah.
Keanekaragaman organisme di suatu tempat dipengaruhi oleh beberapa faktor tersebut adalah faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabil, yaitu ketinggian, lintang, letak, dan pH. Jumlah spesies dalam komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keanekaragaman spesies akan bertambah bila habitat  stabil atau sesuai dengan komunitas bersangkutan.
            Dengan keadaan lingkungan yang relatif stabil, serangga masih dapat menambah atau memperbesar jumlah populasinya serta memperbanyak variasi individunya. Tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti populasi dari serangga akan berkurang begitu pula dengan keanekaragamannya karena dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya pencemaran lingkungan, aktivitas manusia yang dapat mempersempit habitat serangga tersebut serta makanan yang tersedia mulai berkurang sehinnga tingkat kompetisi antara serangga menjadi tinggi sehingga serangga banyak yang melakukan emigrasi.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ditemukan bahwa indeks keanekaragaman serangga di padang rumput tepatnya di sekitar lapangan sepak bola Unhas dikategorikan rendah karena diakibatkan oleh faktor manusia yang melakukan pembabakan dipadang rumput tersebut dan serangga sudah tidak mampu beradaptasi karena lokasi pengamatan itu memiliki padang rumput yang sudah bekurang / tidak subur.