LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
PERCOBAAN
X
KEANEKARAGAMAN
JENIS DALAM KOMUNITAS
NAMA : HERIADI
NIM : H41111294
KELOMPOK :
VI B (ENAM)
HARI/TGL. PERCOBAAN
: SABTU/ 21 APRIL 2012
ASISTEN
: ADAM ARIFIN
ANWAR
LABORATORIUM
ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam
komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies
dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas
disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka
keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2012).
Para ahli ekologi telah banyak mengembangkan perhitungan atau metode
kuantitatif untuk mengukur keragaman jenis komunitas antara lain yang bayak
sekarang dipakai adalah Indeks Simpson dan Indeks Shannon wiener (Umar, 2012).
Setiap tingkatan biologi sangat
penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya
penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies mewakili aneka ragam
adaptasi evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu.
Keanekaragaman spesies menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya.
Contohnya, hutan hujan tropik dengan aneka variasi spesies yang
menghasilkan tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan untuk makanan, tempat bernaung
dan obat-obatan. Keanekaragaman
hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat
mempengaruhipertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran
nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga
sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting
dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Umar, 2012).
Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung dan menganalisis
data dari keanekaragaman jenis suatu komunitas pada daerah/wilayah tertentu,
maka dilkukanlah percobaan ini.
I.2
Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menentukan
keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan
Indeks Shannon wiener.
2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam
menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus sederhana dalam
menghitung keanekaragaman jenis dalam
suatu komunitas.
I.3
Waktu dan Tempat
Percobaan Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas ini dilakukan pada hari Sabtu,
tanggal 21 April 2012 pukul 09.00-14.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi
Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengamatan dilakukan di Canopy Biologi,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu organisme tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus
hidup bersama-sama dengan organisasi sejenis atau dengan yang tidak sejenis.
Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik yang besar maupun yang
kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Suatu
komunitas biotik terikat sebagai suatu unit oleh saling ketergantungan
anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah suatu unit fungsional dan mempunyai
struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini sangat variabel, karena jenis-jenis
komponennya dapat dipertukarkan menurut aktu dan ruang. Komunitas biotik
terdiri atas kelompok kecil, yang anggota-anggotanya lebih akrab lagi satu sama
lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit ynag kohesif. Keanekaragaman
hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme
tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel
satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu
sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem
(Rososoedarmo, 1990).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai
keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang
berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada
komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman
yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam
suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies
yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih
kompleks (Umar, 2012).
Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat
membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya
yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan
untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang
menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan.
Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang tekah menyesuaikan diri dan
menghuni suatu wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya
populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, kounitas pun mempunyai
struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi,
karena mempunyai ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi.
Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan
dalam komunitas bisa antar populasi (Odum, 1993).
Konsep komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan
pengenalan batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen
komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di
suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain.
Komunitas mempunyai derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada
individu-individu dan populasi tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi
suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan
mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas
ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor
fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut (Odum, 1993).
Suatu nan komunitas dapat mengkarakteristikakkan suatu unit lingkungan yang
mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini
disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir, dan unit lautan
merupakan contoh biotop. Di sisni biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik.
Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya
padang alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya
(Heddy, 1986).
Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan
lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan
tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan
lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai
keanekaragaman yang tinggi. Sementara ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas
yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu
mempunyai keanekaragaman yang tinggi itu stabil. Tetapi ada juga ahli yang
berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas.
Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumne ekologi yang masuk akal,
masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Rososoedarmo, 1990).
Dalam suatu ekosistem, dapat senantiasa terjadi fluktuasi
atau grafik naik turunnya secara teratur. Hal ini dapat terjadi karena adanya
saling kontrol terhadap populasi konsumen biotik dalam suatu ekositem tersebut.
Proses itu akan terus berjalan secara berkesinambungan dan tanpa menimbulkan
goncangan ekosistem. Hal ini akan terjadi selama lingkungan tersebut berada
dalam keadaan seimbang (Wolf, 1992).
Pada habitat alami seperti hutan, kerusakan karena faktor
serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di
dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis
serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem (Janzen
1987). Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang
sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki
kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity).
Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai
iklim yang stabil dan secara geografi adalah negara kepulauan yang terletak
diantara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu keanekaragaman hayati yang
dapat dibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau
sekitar 15% dari jumlah jenis biota utama yang diketahui di Indonesia (Odum,
1993).
Dalam suatu komunitas yang terbentuk atas banyak spesies,
beberapa diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran
anggota lain dari komunitas itu. Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa
bentuk yang berasal dari hubungan pisitif (berguna) sampai interaksi negative
(berbahaya). Bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama,
persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara
anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara
anggota spesies yang sama (intraspesifik). Perbandingan dapat terjadi dalam
makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan antara dua spesies, ini dapat
merupakan bentuk eksploitasi makanan yang tersedia dalam waktu singkat, atau
merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu saling melukai dalam
usahanya untuk mendapatkan makanan (Wolf, 1992).
Keanekaragaman hayati tumbuh dan berkembang dari
keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan keanekaragaman ekosistem.
Karena ketiga keanekaragaman ini saling kait-mengkait dan tidak
terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas) yaitu
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam
variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai
tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup
berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku,
penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta
interaksinya dengan makhluk lain. Pada tumbuhan yang dapat diamati misalnya
tempat tumbuhnya, batangnya, daunnya, bunganya, serangga yang mengunjunginya
serta burung yang bersarang di dalamnya. Setiap populasi mempunyai sifat
genetik tertentu. Individu-individu sejenis ini mempunyai kerangka dasar
komponen genetis yang sama (kromosomnya sama tetapi memiliki komponen faktor
keturunan yang berbeda) (Bayu 2012).
Keanekaragaman gen menentukan keanekaragaman jenis individu,
meski jenisnya sama tetapi memiliki gen yang tidak sama bila dibandingkan
dengan individu lain dalam kelompok tersebut. Keaneka ragaman genetik merupakan
keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada
satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Tanaman dan hewan dari
berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membantuk kumpulan yang
di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memnuhi kebutuhan
hidupnya (Wolf, 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Bayu, 2012, Keanekaragaman Jenis,
www.wikipedia.com,
diakses pada tanggal 22 April 2012, pukul 20.00 WITA.
Heddy, Suwasono, 1986, Pengantar
Ekologi, CV Rajawali, Jakarta.
Odum, Eugene, 1993, Dasar-dasar
Ekolog, Gadjah Mada University press, Yogyakarta.
Resosoedarmo, Soedjiran, 1990, Pengantar
Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, Jakarta.
Umar, M.
Ruslan, 2012, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Laboratorium Ilmu
Lingkungan dan Kelautan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wolf, L. , 1992, Ekologi Umum, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1
Alat
Alat yang digunakan adalah plot dengan ukuran 30 cm x 30 cm, patok dan alat tulis menulis dan meteran.
III.2
Bahan
Bahan yang digunakan adalah tali raffia, tumbuhan dan hewan
disekitar areal pengamatan sebagai objek penelitian.
III.3
Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan ini adalah :
a. Metode plot acak
1. Dipilih satu areal komunitas yang akan
diamati.
2. Dilemparkan plot berukuran 30 cm x 30
cm ke area tersebut tanpa melihat daerah yang akan didarati plot.
3. Dilihat semua hewan dan tumbuhan yang
ada didalam plot.
4. Dilakukan pengamatan sebanyak 10 kali pada
pelemparan plot di tempat berbeda, kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan
di Laboratorium.
b. Metode plot sistematis
1.
Dipilih
satu areal komunitas yang akan diamati.
2.
Diletakkan
plot berukuran 30 cm x 30 cm didasar area tersebut dengan cara yang berurutan.
3.
Dilihat
semua hewan dan tumbuhan yang ada didalam plot.
4.
Dilakukan
pengamatan sebanyak 10 kali dengan plot di letakkan berdampingan dengan plot
yang sebelumnya, kemudian selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.
c.
Metode
Line Transek
1. Ditentukan suatu areal yang akan
diamati.
2. Dibentangkan tali raffia sepanjang 10
meter sebanyak 2 potong dengan menggunakan patok.
3. Dihitung dan diamati tumbuhan dan hewan
yang berada di didalam tali.
4. Dimasukkan data ke dalam tabel dan
selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.
d.
Metode
Belt Transek
1. Ditentukan areal yang akan diamati.
2. Bentangkan sepasang tali dengan panjang
10 meter dengan jarak antara tali satu dengan tali lain sepanjang 50 cm menggunakan patok.
3. Dibentangkan tali sepanjang 50 cm
diantara dua tali transek sebanyak 10 tali dengan jarak 50 cm sehingga dibentuk
10 petak di dalam tali transek.
4. Diamati dan dihitung tumbuhan yang ada
pada kolom genap dan ganjil.
5. Dimasukkan data ke dalam tabel dan
selanjutnya dilakukan perhitungan di Laboratorium.